Ruang Dakwah Islam di Era Society

Maichel Firmansyah, Ketua PW KMTI Sumatera Barat

Ramadhan merupakan bulan penuh berkah, penuh ampunan dan penuh Rahmat dari Allah SWT. Bulan yang ke-sembilan di tahun Hijriah ini menjadi salah satu bulan yang ditunggu-tunggu oleh umat muslim se-dunia. Mesjid-mesjid di bulan Ramadhan mulai dipenuhi oleh jamaah muslim yang giat beribadah dan mendengar dakwah. dakwah Islam akan semakin intens dilakukan di bulan Ramadhan untuk proses perbaikan diri bagi kita untuk kembali kepada fitrah dan hanif.


Pada bulan suci Ramadhan, segala ibadah akan di lipat gandakan, ibadah badaniah, ibadah bathiniyah dan ibadah qauliyyah, ibadah maliyyah. Begitu berkah bulan suci Ramadhan ini dengan segala karunia dan nikmatnya yang berlimpah ruah. Maka akan merugi setiap orang yang diberi kesempatan untuk bertemu dengan bulan suci Ramadhan, akan tetapi tidak memanfaatkan kesempatan itu dengan seoptimal mungkin. 


Setiap umat muslim diperintahkan untuk menyeru kepada kebaikan untuk sesama. Terutama untuk seorang muslim, menyeru kepada kebaikan dilakukan dengan jalan dakwah. Berdakwah kepada yang lain merupakan suatu ibadah dan wujud dari akhlak yang mulia di hadapan Allah. 


Berdakwah tentu memiliki berbagai bentuk dan caranya masing-masing. Dari masa ke masa, dakwah Islam telah diserukan oleh banyak tokoh muslim, ustad, ulama dan mubalig serta da’i. Setiap eranya perbedaan model dakwah dilakukan guna menyesuaikan dengan zaman dan sosial-kultur umat muslim Indonesia. Maka kita kenal Wali Songo yang menyebarkan ajaran Islam dengan berbagai metode dan praktik.


Gaya dakwah wali songo di tanah Jawa hingga meluas ke daerah-daerah lainnya merupakan suatu bentuk dinamisnya dakwah Islam. Dakwah Islam dapat melebur dengan kehidupan sosial-kultur masyarakat dengan bentuk dan rupa yang beraneka. Gaya dakwah Islam yang bisa di korelasikan dengan masyarakat adalah bentuk dari Islam dekat dengan kehidupan masyarakat sendiri, tidak terlepas dari kondisi dan dinamisnya kehidupan masyarakat. 


Di dalam Q.S An-Nahl:125 berbunyi: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk”.


Ayat di atas menyerukan bahwa berdakwah mesti dimulai dengan pendekatan yang humanis dan bijak, maka ada tiga metode dakwah Islam, yaitu: pertama, Al-Hikmah (berdakwah dengan bijaksana, budi mulia, benar, dan berhati bersih). kedua, Al-Mau’idzah Hasanah (memberikan pengajaran, bimbingan, pendidikan serta contoh yang baik). Ketiga, Al-Mujadalah bi Al-Lati Hiya Ahsan (berdialog atau bertukar pendapat secara baik).


Ketiga metode ini yang tentu di implementasikan dalam konteks dakwah yang bisa dilakukan oleh seluruh umat muslim dalam berbagai bentuk. Menyesuaikan dengan perkembangan zaman, mengusahakan adanya dialog dan diskusi serta bertukar pikirkan agar dakwah Islam terus terlaksana, tidak hanya di mesjid atau surau, tetapi hingga ke tempat-tempat nongkrong atau platfrom sosial yang jadi ruang-ruang anak muda.


Era society berarti masyarakat yang hidup berdampingan dengan teknologi, pusat kehidupan terletak pada manusia dan teknologi. Kini kita sudah berada pada era society 5.0 yang ditandai dengan perkembangan teknologi seperti internet of Things, kecerdasan buatan, robotika dan big data menjadi bagian integral dalam hidup sosial masyarakat. 


Berangkat dari ini, tentu dakwah Islam harus di modifikasi dengan semodern mungkin agar penerima dakwah tidak hanya kaum masyarakat usia 40 tahun ke atas, akan tetapi juga dapat menyentuh anak muda generasi Z dan Alfa. 


Model Dakwah yang moderat dan dinamis menjadi langkah taktis dan strategis untuk menyerukan kebaikan kepada anak muda yang kini tergolong pada generasi Z dan Alfa. Ruang digital menjadi tempat yang paling sering digunakan oleh anak muda untuk menghabiskan waktunya, sehingga ruang digital hendaknya dapat dijadikan tempat untuk berdakwah dengan metode Al-Hikmah, Al Mau’idzah Hasanah dan Al-Mujadalah bi Al-Lati Hiya Ahsan. 


Lalu, mengandalkan ruang publik yang jadi tempat ruang anak muda seperti cafe, taman digital, dan tempat youth center sebagai ruang dakwah dan diskusi bisa dilakukan, sebagai bentuk dakwah yang dinamis dan mengikuti sosial kultur anak muda dan zaman. Maka langkah dakwah yang moderat dan dinamis merupakan strategi untuk menyajikan Islam kepada anak muda, yaitu generasi Z dan Alfa. 


Kondisi moral dan karakter anak muda yang mulai tereduksi dengan budaya barat sehingga jauh dari nilai-nilai Islam, maka mesti diperbaiki, anak muda lebih mudah untuk mendalami Islam dan juga ikut menyeru dalam kebaikan, jika dakwah dengan gaya moderat dan kekinian terpola, agar jadi budaya populer (pop culture). Dengan demikian, habitus diharapkan dapat terbentuk di mana ruang publik anak muda menjadi ruang dakwah, dan anak muda ikut tren sebagai agen dakwah di media sosial atau di ruang-ruang publik, sehingga tugas dakwah Islam tidak hanya dijalankan oleh dai, mubalig, ustaz, ulama dan lainnya.


Jika ruang dakwah hari ini banyak diisi oleh orang muslim generasi baby boomers atau lanjut usia, maka dakwah dengan membawakan dakwah ke ruang-ruang anak muda dapat dilakukan, dan tugas ini tentu dimulai dari gerakan pemerintah, organisasi Islam, stakeholder, tokoh muslim dan masyarakat sipil lainnya. Sebab, kondisi era society dan perkembangan zaman ini, maka ruang diskusi dan bertukar pendapat menjadi langkah dakwah yang cocok dalam mendekati anak muda dengan mengedepankan metode dakwah Islam yang ada. Metode ini tetap ditekankan dalam berdakwah dengan bentuk dan rupa yang baru bagi prinsip dinamisnya dakwah Islam dan dekatnya Islam dengan kehidupan anak muda sebagaimana perkembangan dan perubahan zaman. 


Dakwah Islam mesti mampu menyentuh ruang-ruang anak muda, generasi Z dan Alfa jadi ujung tombak bagi peradaban masyarakat kedepan, membangun moral dan karakter kepribadiannya bukan hanya kerja semalam, tapi proses yang panjang, bertahap dan berkelanjutan. Sebuah ungkapan bahwa suatu negara ada jika dilihat dari moral generasi penerusnya, jika generasi tidak terbentuk moral dan budi pekertinya maka suatu negara dapat diprediksi dekat akan kehancuran. Maka pemerintah selain berkomitmen pada pembangunan fisik yang jorjoran, pemerintah juga harus menaruh fokus perhatiannya kepada pembangunan generasi muda, yaitu gen Z dan Alfa. 


Kasus kenakalan remaja yang terjadi beberapa kali di beberapa bulan belakangan ini seharusnya menjadi tamparan bagi pemerintah, bahwa SDM mesti jadi perhatian khusus. Menimbang kondisi kini, maka belum cukup upaya selam ini untuk menciptakan generasi emas 2045. Langkah taktis dan strategis untuk membangun bibit unggul demi masa depan mesti dilakukan diskursus, karna ini bukan hanya pada pembangunan jangka pendek, sudah saatnya negara mempersiapkan generasi untuk kemajuan dan kemakmuran masyarakat sebagai bentuk pembangunan jangka panjang. Ramadhan menjadi momentum bagi pembentukan moral dan karakter serta proses menciptakan habitus bagi generasi muda. Mari ciptakan ruang dakwah di berbagai ruang publik, atau di ruang-ruang anak muda.


Penulis :

Maichel Firmansyah

Ketua PW KMTI Sumatera Barat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar